(Tangsel, 01/04/2021) Pusat Pendayagunaan Informasi dan Kawasan Strategis Nuklir (PPIKSN) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menggelar sosialisasi Wajib Serah dan Wajib Simpan Data Ilmiah Primer secara virtual, Selasa (30/03). Sosialisasi ini merupakan wujud dukungan BATAN terhadap kebijakan wajib serah dan wajib simpan data ilmiah primer sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 Pasal 40 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Kepala BATAN, Anhar Riza Antariksawan dalam sambutanya menyampaikan pentingnya melakukan penyimpanan dengan baik terhadap semua data hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap). “Semua data hasil litbangjirap harus disimpan dengan baik karena bermanfaat untuk melindungi kekayaan intelektual dan inovasi para peneliti yang terdahulu yang dikenal dengan menggunakan log book yang harus disimpan dan diperlihatkan pada saat akan mendaftarkan paten,” kata Anhar.
Dalam kontek manajemen pengetahuan nuklir yang saat ini menjadi salah satu program penting bagi BATAN, menyimpan semua data hasil penelitian dapat digunakan oleh para peneliti yang lain untuk mengatasi kesenjangan kompetensi dan pengetahuan antara pegawai senior dengan junior. Selain itu dari sisi kearsipan, kewajiban menyimpan data ini merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap badan publik sebagai bentuk pertanggungjawaban atas semua pekerjaan yang telah dilakukan dengan menggunakan anggaran dari pemerintah.
“Oleh karena itu, melalui forum ini kita dapat memperoleh pencerahan bagaimana mengimplementasikan regulasi ini bukan hanya bagi peneliti, pranata nuklir, perekayasa dan lainnya tetapi juga bagi BATAN sebagai organisasi,” harap Anhar.
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko memberikan apresiasi yang tinggi terhadap BATAN yang telah memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap kepekaan dan eksistensi data primer ilmiah. Forum ini bagi Handoko merupakan kesempatan yang baik bagi LIPI khususnya Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah (PPDI) untuk menyampaikan implementasi UU Sisnas Iptek yang mulai diberlakukan pada September 2019 yang lalu.
Handoko menjelaskan, pasal 40 UU Sisnas Iptek ini, intinya menetapkan bahwa siapapun yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan maka wajib menyerahkan data penelitiannya. ”Seluruh WNI di manapun berada dan atau WNA yang melakukan aktivitas di Indonesia yang terkait dengan riset penelitian dan kelitbangan lainnya wajib menyerahkan dan menyimpan data ilmiah primernya ke pusat wajib serah dan wajib simpan yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah,” kata Handoko.
Kendati secara regulasi, turunan dari UU ini belum ada, namun menurut Handoko, sebagai civitas dan pelaku penelitian serta kelitbangan di negara ini seharusnya secara otomatis mengikuti kebijakan wajib serah dan wajib simpan terhadap data penelitiannya. Hal ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan terhadap aset pengetahuan serta adanya potensi terputusnya warisan pengetahuan.
Ide wajib simpan ini, terang Handoko, telah muncul sejak tahun 2011 yang tertuang dalam undang-undang yang mencakup regulasi penyimpanan, mengoleksi, membuka akses, dan melestarikan. "Pada dasarnya UU ini bukan mengatur, meregulasi atau memerintahkan, namun memiliki filosofi utama semangat memberikan layanan untuk para pelaku, civitas yang terkait dengan kelitbangan untuk seluruh masyarakat Indonesia," tambahnya.
Dengan adanya data atau informasi penelitian yang tersimpan dengan baik, memungkinkan para peneliti memiliki akses terhadap kegiatan kegiatan sebelumnya yang lebih baik. Selain itu data yang tersimpan akan menjadi rekam jejak dan secara teknis menjadi cadangan data terhadap penelitian berikutnya.
Bagi lembaga, lanjut Handoko, penerapan Pasal 40 ini untuk memastikan aksesibilitas data dan mengantisipasi kehilangan data yang dihasilkan dari berbagai kegiatan penelitian dari laboratorium, survey dan lainnya dengan biaya yang mahal dan membutuhkan waktu yang lama. Bagi publik dan negara juga memiliki aksesibilitas data dan preservasi pengetahuan.
"Oleh karena itu LIPI melalui PDDI sejak tahun 2017 telah menyiapkan infrastruktur dan manajemen repositori untuk memberikan layanan penyimpanan data ilmiah pada Repositori Ilmiah Nasional untuk menyimpan data digital, seluruh proses secara daring, tanpa ada masa retensi, bebas biaya bagi semua pihak, jaminan up-time 99,5% dan memberikan penghormatan kepada pemilik HKI," terangnya.
Ia mengatakan bahwa undang-undang perpustakaan dari perpustakaan nasional, kearsipan dari ANRI, dan wajib serah dan wajib simpan data ilmiah yang dikelola oleh PDDI LIPI ini saling melengkapi dan bersinergi dan diperlukan oleh negara dan merupakan cita-cita dari berbagai negara. Indonesia merupakan negara pertama yang memiliki regulasi wajib simpan untuk data ilmiah primer hasil penelitian setingkat undang-undang.
Sosialisasi UU Sisnas Iptek dihadiri oleh 302 peserta yang merupakan para penaliti dari berbagai kawasan nuklir di BATAN. Sosialisasi ini terselenggara berkat kerjasama PPIKSN BATAN dengan PPDI LIPI. (Nuraidah)